Siapa yang menyangka dalam waktu sesingkat itu mereka mampu untuk membangun
singgasana bisnis, menyusun rangkaian sistem menajerial, siap mental
mengantongi gundukan pundi-pundi kekayaan, dengan wajah polos namun dapat
menerawang algoritma beserta pola perniagaan. Siapa sangka?
Wisanggeni salah seorang anak arjuna sewaktu masih bayi pernah
dimasukkan di kawah candradimuka dengan maksud untuk dibunuh. Bukannya mati
melainkan justru menjadi ksatria mahasakti. Di kawah candradimuka itu juga si
Tutuka digembleng oleh Batara Empu Anggajali sehingga tampil menjadi ksatria
perkasa. Anak dari Bima itulah yang kemudian dikenal dengan nama Gatotkaca yang
sanggup mengalahkan musuh para dewa.
Entah siapa nama yang disebutkan di atas. Orang tahu itu hanya ada
dalam kisah wayang Indonesia, tapi nama mereka tumbuh abadi. Bagaimana dengan
kita yang jelas-jelas wujudnya nyata. Siapkah digembleng, dibina, diplonco,
pada suatu tempat yang bernama Kawah Candradimuka itu??
Mungkin si Tejo menyinyir,”Alaaah gak percaya aku. Pasti berat dan
susah tuh ngampus di “kawah” itu, sok ngejamin-jamin begitu?
Dan mungkin saya yang akan pertama kali mengomentari,”Bro, pahit
itu hanya di lidah. Selebihnya efeknya terasa di badan, menyehatkan.”
Coba pertemukan saja Tejo dengan Zawinnuha yang pernah
habis-habisan menempa kesaktian di kawah itu. Zawin pun akan bersemangat jika
dipancing untuk menyebarkan ‘virus’ yang disantapnya mentah-mentah itu selama
penggojlogan.
Ia pun mulai berpetuah bak boss besar,”Bro, seorang petinju akan
berlatih selama 4 bulan hanya untuk bertanding 10 ronde saja. Apalagi kita yang
harus bertanding seumur hidup melawan nafsu.”
Si Tejo hanya beringsut dan termangu menyimak,”hmmmm begitu,” jawab
Tejo dingin.
“Sepakbola adalah permainan yang sungguh-sungguh, karena ia
sungguh-sungguh dalam bermain. Sebagaimana pelawakpun yang penampilannya penuh
permainan, tidak pernah tidak sungguh-sungguh selama di atas panggung. Allah telah
Membuka tabir bahwa kehidupan hanyalah permainan dan senda gurau, tapi tidak boleh
main-main dalam hidup.”lanjut Zawin dengan nada wibawa.
Entah di’cekoki’ oleh mentor yang mana Zawin berlaga seperti Ustadz
ataupun motivator. Entah berapa omzet yang dikantonginya tapi secara PD ia
lukiskan dan paparkan uraian cahaya kehidupan. Tapi kenapa bukan ia gemborkan
saja kepada hal-hal yang sifatnya materi:
-“Bisnis adalah bisnis tak usah kau pandang bulu.”
-“Everything is money. Kalau gak ada hubungannya dengan itu maka jangan
ajak saya.”
-“Empati belakangan, yang penting upeti dulu.”
-“Ini hasil keringat saya, maka saya yang berhak memutuskan.”
Melihat dengan nyata dan kasat mata pada apa yang ada dalam diri
Zawin, Tejo pun memutuskan untuk memasuki Kawah Candradimuka itu. Dan mari kita
lihat perubahan wajah Tejo setahun kemudian. Akankah dia kemudian berpetuah hebat
seperti Zawin setelah 365 hari itu? Apa gerangan yang terjadi setelah ia di’rebus’
di dalam Kawah Candradimuka dalam waktu yang sesingkat itu?
“Kalau kita buang angin, yang kita cuci
atau kita basuh dengan air dalam berwudlu, bukanlah wilayah biologis yang
mengeluarkan angin itu, melainkan wajah kita. Mungkin karena yang harus
terutama dipertahankan oleh manusia adalah kebersihan jiwa dan kualitas
kepribadiannya, yang tercermin atau diwakili oleh penampilan wajahnya.”
“Akan tetapi pikiran dan prinsip semacam itu tidak cocok dengan
dunia modern, karena tidak realistis dan kurang pragmatis. Yang paling utama
dari wajah manusia bukanlah muatan mutunya, bukan keindahan pribadinya, juga
bukan tanggung jawab sosialnya — melainkan apakah ia komersial atau tidak,
marketable atau tidak, alias layak jual atau tidak.
Sebagian
dari Anda tentu tidak pernah menyangka bahwa Tuhan menciptakan wajah
manusia itu urusan utamanya adalah jual beli kepribadian dan kemanusiaan.
Sebagian dari Anda
tidak menyangka bahwa Tuhan menciptakan wajah manusia itu urusan utamanya
adalah jual beli kepribadian dan kemanusiaan.” Ucap Tejo dengan penuh logika
dan dialektik.
Boss Ncek
Cilandak, 14/01/2017